Aku sedang tidak ingin bergegas bercinta dengan kunang - kunang
Karena sayapku kini redup..
Tak lagi bisa depositkan cahaya..
Ya, terlalu sering bersinar tanpa tujuan..
Atau mungkin sudah habis isi tabungan cahayaku..
Aku ingin menyesap bibirmu..
Aku ingin mencumbunya..
Aku hanya ingin mencumbunya tanpa birahi..
Dibalik terali ikatan yang kian lama kian mendesak ke ubun - ubun
Tak pula ingin aku aborsi rasa ini..
Tak hanya dosa yang ku takutkan..
Tapi aku terlalu tak rela menghilangkan itu..
Embrio bisa jadi..
Tapi aku tak ingin mengulangi lalaiku dulu..
Setahuku aku sudah tidak bisa melahirkan rasa..
Rasa yang menyentuh ubunku..
Rasa yang tak bisa di nalar oleh normal..
Tabungan cintaku kian habis..
Ini yang terakhir, sisa dari perahan keringatku..
Atas nama air mata dan rasa,
Aku sungguh menginginkan kita jadi satu..
Meski ilmu hitung tak mengizinkan..
Mungkin terlalu terkurung konsep batasan..
Hingga tak memungkinkan dua menjadi satu..
Tapi ini bukan soal menyoal matematik..
Rasa tak ada dalam hitungan sayangku..
Rangsanganmu akan rasa ini mengalahkan norma - norma logika..
Seperti otomatis..
Mencintai kamu..
Seperti pengulangan..
Merindukan kamu.. ..
Terjalin rapat...
Seperti kain,
Oh, bukan sekedar kain..
Lebih tepatnya kain tenun sutra..
Luruh manis..
Seperti beledu . . .
Hanya ingin menikmatimu..??
Terlalu muna mungkin kataku..
Hanya ingin mencinta..??
Sama saja muna..
Mungkin hanya ingin denganmu..
Dalam ketukan yang sepadan . .
Dalam irama beserta debar disetiap not yang dialunkan..
Bila ini tak wajar..
Aku akan tetap bersenandung
Na na na na
Aku sudah otomatis mencintai kamu..
Aku terlalu sungguh ingin menginginkan..
Ya, kita menjadi satu..
Seperti kubilang tadi..
Melebur, melewati batasan doktrin soal hitung..
Hingga tak ada lagi kata kata aku dan kamu..
Tetapi hanya ada kita..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar